Rondeaktual.com – Pelatih tinju nasional dan internasional dan sekarang satu-satunya pelatih menyandang Bintang 3 AIBA, Ronny Sigarlaki, 68 tahun, terang-terangan mengaku bahwa dirinya sengaja dilengserkan dari Pertina.
Siapa orang yang sengaja melengserkannya? Berikut petikan wawancara Ronny Sigarlaki, Rabu, 16 Juni 2021.
Bagaimana kabar Anda di tengah pandemic Covid-19?
Saya sehat semangat bersama olahraga. Saya sekarang sedang membenahi Pertina Kota dan Kabupaten Sukabumi, yang habis masa kepengurusannya. Sudah pelantikan. Tinggal Pertina Kota, sedang diurus.
Bagaimana persiapan atlet tinju Jawa Barat menuju PON XXI Papua?
Saya sudah tidak di sana. Sudah tidak ikut menangani tim PON Jabar, meski saya yang meloloskan mereka melalui pertandingan dua kali Pra PON, di Ternate dan Bogor. Saya sengaja dilengserkan dari Pertina Jabar. Setelah lengser, otomatis status saya sebagai kepala pelatih Tim PON Jabar hangus.
Siapa yang melengserkan Anda?
Saya tidak masuk dalam kepengurusan Pengprov Pertina Jabar, karena saya memilih netral jelang Munas Pertina. Saya tidak mau bermain politik. Ini olahraga. Tidak usah yang aneh-aneh. Nama saya dicoret, setelah digosok-gosok oleh pelatih juga (Ronny menyebut lebih dari satu nama). Saya dibabat habis.
Padahal, saya ini hidupnya dari situ, dari honor sebagai pelatih. Kalau mereka kan tidak. Mereka PNS. Dapat gaji dapat honor pelatih.
Tapi sudahlah. Jalan hidup manusia beda-beda. Saya terima kenyataan ini meski pahit, sebab ini menyangkut hidup saya. Saya hidup dari tinju. Teman-teman di Sukabumi support saya. Mereka minta supaya saya melupakannya dan mari membenahi tinju Sukabumi. Saya penasehat untuk Pertina Sukabumi.
Setelah dilengserkan, Anda kecewa dengan dunia tinju?
Tidak. Tinju adalah bagian dari hidup saya. Itu tidak akan terlupakan. Itu sejarah. Lebih setengah hidup saya telah saya habiskan untuk tinju. Tidak semua orang bisa seperti itu. Mengabdi untuk tinju. Ronny Sigarlaki telah melakukannya.
Saya memulainya sebagai petinju dan juara kelas ringan Golden Glove.
Saya meneruskan karir sebagai pelatih. Saya pelatih untuk Sukabumi. Pelatih untuk Jawa Barat. Pelatih untuk Pelatnas.
Saya menjalankannya tidak setahun-dua tahun. Sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Sudah 45 tahun hidup saya sebagai pelatih.
Bukan main-main. Artinya sepanjang 45 tahun itu saya serius menjalankan tugas kepelatihan.
Terakhir saya mendapat SK (Surat Keputusan) pelatih Pelatnas dan saya sudah menjalaninya selama beberapa bulan. Saya mendampingi pelatih asal Nusa Tenggara Timur, Hermensen Ballo. Tiba-tiba bubar, menyusul perubahan kepengurusan.
Anda pelatih Bintang 3 AIBA.
Ya. Saya sekarang satu-satunya di Indonesia, setelah pelatih asal Papua Barat, Mesak Yawan telah tiada.
Selain membenahi kepengurusan Pertina di Sukabumi, Anda mulai bersepeda.
Ya. Saya ikut komunitas no sara no politic. Itu di Sukabumi. Saya ada di LCS (Lapdek, Lapangan Merdeka, Community Sukabumi).
Bersepada bisa tiga kali seminggu, Rabu, Jumat, dan Sabtu. Lansia (lanjut usia) semua, meski ada juga yang belum masuk kategori lansia. Ada Kapolres, Dandim, Kejaksaan, dan banyak yang sudah pensiun.
Sepeda itu mahal.
Memang. Harga sepeda ada yang Rp 30 juta bahkan ada yang mencapai Rp 100 juta. Tapi saya dengan sepeda murah saja. Saya beli Rp 2,7 juta. Disesuaikan saja. Gowes enak dan sehat. Satu jam bersepeda sudah cukup. Kita ngobrol dan ini sudah ada pembicaraan untuk menyelenggarakan pertandingan tinju bulanan di Lapdek (Lapangan Merdeka).
Kalau jadi, tinju Sukabumi bisa bangkit lagi. Bisa melahirkan generasi Dadan Amanda. (Finon Manullang / foto istimewa)