Rondeaktual.com – Oleh Finon Manullang
Saya mengajukan 15 pertanyaan yang sama kepada 12 Olympian Indonesia. Mulai dari Wiem Gommies, Ferry Moniaga, Syamsul Anwar Harahap, Frans van Bronskhorst, Johni Asadoma, Ilham Lahia, Hendrik Simangunsong, (Alm) Alberth Papilaya, La Paene Masara, Hermensen Ballo, Nemo Bahari, dan Bonyx Saweho.
Itu tahun lalu, untuk tujuan menerbitkan buku tinju, yang berakhir pending tanpa batas.
Sementara, dua Olympian Indonesia lainnya, Alexander Wassa (menetap di Australia) dan Fransisco Lisboa (menetap di Bali), sampai sekarang belum bisa komunikasi.
Hasil wawancara 12 Olympian Indonesia akan hadir di Rondeaktual.com, setiap Rabu dan Minggu.
Tulisan berseri ini dimulai dari wawancara Wiem Gommies, yang bertanding di kelas menengah Olimpiade XX/1972 Munich. Tulisan seri terakhir akan ditutup wawancara Bonyx Saweho, yang merupakan petinju Indonesia terakhir bertanding olipiade. Bonyx bertanding di kelas terbang Olimpiade XXVIII/2004 Athena. Semoga bermanfaat.
Tadi malam, Selasa, 4 Januari 2022, saya menghubungi nomor ponsel baru Wiem Gommies. Nomor lama sudah tidak pernah aktif.
Saya bertanya: “Sedang di mana, Bang Wiem?”
“Beta sekarang sedang berada di Amerika.” Di usia 75, suaranya masih nyaring. Semangat sekali.
Saya langsung membantah: “Di era COVID seperti sekarang tidak mudah masuk Amerika.”
“Ha ha ha haaaaa. Betul juga ya. Beta ini ada di Ambon. Sudah malam. Di sini sudah pukul sepuluh. Sudah mau tidur. Beta biasa tidur jam segitu, kalau tidak capek. Pagi jam enam sudah bangun.”
Wiem Gommies lahir di Ambon, Maluku, 31 Desember 1946. Sekarang berumur 75 tahun. Wiem membuka karir tinjunya ketika sudah mulai dewasa. Namun tidak ada istilah terlambat.
“Beta dulu kalau lari dari Hatalai terus tidak berhenti sampai di Ambon,” kata Wiem. “Mau tahu, itu jauhnya hampir delapan kilometer. Jalan sempit, naik-turun.” Berikut 15 wawancara Wiem Gommies, tahun lalu.
1. Siapa orang pertama yang menyuruh berlatih tinju?
Orangtua beta, seng mau beta petinju. (Orangtua saya, tidak mau saya petinju).
Beta latihan tinju atas kemauan sendiri. Dorongan hati yang kuat. Dahulu kalau latihan di gunung, di Hatalai. Beta lari dari Hatalai sampai di Ambon, sekitar delapan kilometer. Kondisi jalan sempit, naik-turun. Tidak rata. Tapi itu harus beta lewati. Beta jalani dengan kemauan yang keras.
Kalau beta mau pulang Ambon, agak enak karena jalan turun dari Hatalai sampai masuk kota Ambon. Kalau mau ke Hatalai jalanannya naik.
2. Siapa saja pelatih yang pernah membimbing, barangkali masih ingat.
Beta ini pertama kali ditangani oleh pelatih Om Buce (Teddy van Room). Waktu masuk pelatnas, pelatih sudah ganti. Ada Pak Sudharto, Pak Amin dan Pak Lucas Manuputty.
Waktu di Olimpiade (Munich 1972) Pak Lucas datang ke Jerman untuk menggantikan pelatih Amin, yang wafat jelang pertandingan olimpiade. Beliau wafat di Jerman, sebelum olimpiade dibuka.
3. Siapa lawan pertama, bertanding di mana, dan siapa pemenangnya.
Main pertama di Ambon. Beta belum ada pengalaman tapi lawan sudah pengalaman. Beta babat semua. Beta menang, ha ha ha.
4. Ketika kalah dan ketika menang, bagaimana rasanya?
Beta seng pernah kalah. Beta kalah mundur, bukan kalah bertanding. Kejadiannya panjang. Waktu itu beta main untuk wakil DKI Jakarta (PON IX/1977 Jakarta). Di final, semua petinju DKI dilarang bertanding. Semua kalah WO. Medali emas kelas menengah untuk Seppy Karubaba, petinju Irian Jaya.
Kalah mengundurkan diri rasanya sangat mengecewakan.
Sesudah itu beta berhenti tinju dan anak sudah tiga. Beta main lagi sampai 1982 lalu berhenti.
5. Siapa petinju Indonesia yang pernah menjadi lawan terberat?
Seng ada. Di Jawa Timur ada, tapi beta seng inga nama.
6. Ketika menjadi juara, bonus apa saja yang pernah diterima?
Ada rumah dari pemerintah. Rumah itu di ada Bogor, yang sekarang ditempati anak perempuan beta. Itu rumah pemberian negara.
Kalau dari pemerintah daerah pernah dapat motor. Beta sering pake, jadi rusak.
7. Bagaimana bisa menjadi wakil Indonesia di olimpiade?
Mereka ambil yang juara Asia. Makanya olimpiade itu petinju pilihan.
Sebelum ikut olimpiade 1972 di Jerman, beta sudah juara di Bangkok (merebut medali emas kelas menengah Asian Games VI/1970 Bangkok) dan juara Asia (merebut medali emas kelas menengah Asia V/1971 Teheran).
8. Ketika tiba di olimpiade, bagaimana rasanya?
Sesuatu yang belum pernah kita lihat menjadi pernah melihatnya. Di sana serba mewah. Orang kalau sudah pernah injak olimpiade, pasti sulit untuk melupakannya. Itu yang beta rasa.
9. Ketika gagal meraih medali di olimpiade, bagaimana rasanya?
Gagal tapi sangat luar biasa. Artinya beta sudah pernah ikuti olimpiade. Itu sejarah. Tidak semua orang bisa ke sana.
Pertadingan di Jerman (Boxing Hall, Munich, 29 Agustus – 10 September 1972) sangat cepat. Beta main (second round) langsung berhadapan dengan batu (Raja KO). Beta KO ronde pertama melawan petinju Uni Soviet (Vyacheslav Lemeshev). Dia hebat. Semua lawan dibabat habis. Semua KO. Mulai dari pertama lawan beta sampai final (lawan Reima Virtanen, Finlandia) semua tumbang. Di final dia menang KO ronde pertama. Tidak ada yang selamat (kecuali Hans-Joachim Brauke, Jerman, kalah 0-5 di kuarter final).
Beta bertanding di Olimpiade Munich umur sudah 26. Anak sudah tiga.
Di sana sadis. Beta melihat satu pengalaman di mana satu regu anak-anak olimpide untuk senam dari Israel mati semua kena bom. Beta lihat karena katong tinggal di atas penginapan. Mereka jalan di bawah lalu teroris ada dua lalu datang satu lagi yang bawa bom. Meledak. Mereka bunuh diri. Mati semua.
Itu pengalaman sangat sadis selama ikut olimpiade. Beta sempat ditahan sampai tiga jam. Pihak keamanan pikir saya ini kelompok teroris. Padahal beta ini dari Asia. Orang Indonesia.
10. Setelah tiba di Indonesia dari olimpiade, apa yang ada dalam pikiran?
Beta putuskan tetap tinju. Latihan dan terus latihan.
Beta masih ikut pertandingan internasional dan nasional dalam negeri.
Ikut kejuaraan Asia (merebut medali perunggu Kejuaraan Asia VI/1973 Bangkok dan merebut medali perak Kejuaraan Asia VIII/1977 Jakarta).
Di Bangkok (Asian Games VIII/1978) beta dapat medali emas yang kedua. Sebelumnya di Bangkok juga (Asian Games VIII/1978) sudah dapat medali emas kelas menengah.
Dua kali juara Asian Games dan sekali juara Asia. Medali emas Asian Games yang kedua, beta umur sudah 32.
Di nasional masih main sampai umur 35 (merebut medali emas kelas menengah PON X/1981 Jakarta).
Itu PON terakhir. Tahun 1982 setop tinju.
11. Untuk bisa menjadi petinju olimpiade, apa saja yang harus dilakukan?
Dahulu beta juara Asia dan itu salah satu syaratnya. Kalau tidak juara Asia, mungkin beta tidak akan pernah injak olimpiade.
Sekarang beda, dia harus bisa lolos babak kualifikasi. Beta dengar sudah berapa kali olimpiade tidak ada petinju Indonesia yang bertanding.Sedih juga.
12. Mungkinkah petinju Indonesia bisa meraih medali di olimpiade mendatang?
Kalau menurut beta, bisa saja orang Indonesia ambil medali dari olimpiade.
Waktu itu beta juga bisa tapi nasib mungkin kurang bagus. Waktu pengambilan kunci (undian) sudah langsung ketemu juara dunia. Dia (petinju Uni Soviet, Vyacheslav Lemeshev) pukul semua lawan dengan KO.
Peluang medali olimpiade tetap terbuka. Cuma begini, kalau ada uang itu bisa. Kita harus ikut pertandingan di luar dan itu butuh uang besar. Mereka yang ikut olimpiade itu rata-rata sudah ikut kejuaraan dunia. Sudah keliling dunia. Sudah matang di negara orang.
Kita baru juara nasional terus mau ikut olimpiade, seng bisa. Harus banyak try out. Bilang seng ada uang, itu bukan alasan.
13. Ketika memilih pensiun dari tinju, apa yang Bang Wiem Gommies pikirkan?
Beta pikir beta sudah lama ikut tinju. Sudah bertanding ke mana-mana. Pengalaman itu harus dipergunakan. Tidak boleh disimpan.
14. Setelah pensiun dari tinju, apa saja yang dilakukan?
Saya beberapa kali dipercaya masuk pelatnas sebagai pelatih kepala. Sampai sekarang masih tetap sebagai pelatih. Bedanya kalau dahulu pelatih Pelatnas di Jakarta, sekarang pelatih PPLP di Ambon. Di tahun pertama era COVID, PPLP diliburkan. Anak-anak tidak latihan.
15. Pertanyaan terakhir. Mengapa tidak memilih tinju pro?
Kalau beta masuk tinju pro sudah dari dulu tapi beta tidak mau. Tetap amatir.
Beta lihat tinju pro itu harus latihan sungguh-sungguh. Tidak boleh main-main. Harus latihan setiap hari supaya berat badan tidak naik. Apalagi di kelas beta, kelas menengah, kelas yang memang betul-betul kuat.
Harus pula diingat, tinju pro itu individu. Semua harus beli. Tidak ada yang datang sendiri. Beda dengan amatir, ditunjang oleh pemerintah. Latihan dikasih uang, makanya beta tetap di amatir.
Ikuti terus wawancara Olympian Indonesia Ferry Moniaga, tayang Minggu, 9 Januari 2022.