Rondeaktual.com – Oleh Finon Manullang
Olympian Indonesia, Hendrik Simangunsong, 52 tahun, menyebut dua nama besar dalam tinju Tanah Air –Paruhum Siregar dan Rudy Siregar—sebagai Tulangnya (Pamannya), yang banyak memotivasi dirinya.
Dalam Wawancara Olympian Syamsul Anwar Harahap (Rondeaktual.com, Rabu, 12 Januari 2022), Syamsul Anwar juga menyebut nama Tulangnya Paruhum Siregar sebagai pelatih yang hebat.
Ibunda Hendrik (Fatimah Siregar) dan Ibunda Syamsul (Nauli Siregar) adalah saudara kandung Paruhum Siregar dan Rudy Siregar. Paruhum adalah abang Rudy.
Sementara, Hendrik harus memanggil abang kepada Syamsul Anwar. Ibunda Syamsul lebih tua dari Ibunda Hendrik.
“Kami memang datang dari keluarga tinju,” kata Ir. Hendrik Simangunsong, kelahiran Kota Medan (bukan Rantauprapat), Provinsi Sumatera Utara, 11 Juli 1969.
Hendrik mencatat rekor dua kali berturut-turut bertanding di olimpiade; Olimpiade XXV/1992 Barcelona dan Olimpiade XXVI 1996 Atlanta. Dua kali pula Hendrik pulang tanpa medali. Sampai sekarang, belum ada petinju Indonesia yang berhasil merebut medali dari arena olimpiade.
“Waktu top-topnya dulu, aku sudah ditawari supaya masuk tinju pro. Aku tolak. Sekarang anakku (Savon Simangunsong) ditawari masuk tinju pro. Ampun seribu kali ampun, janganlah. Biarlah Savon tetap di amatir.” Berikut 15 wawancara Olympian Indonesia Hendrik Simangunsong, tahun lalu.
1. Siapa orang pertama yang menyuruh berlatih tinju?
Almarhum kedua orangtuakulah (Bachtiar Simangunsong dan Fatimah Siregar), selain almarhum abangku (Franklin Simangunsong).
Orangtuaku bilang gini waktu itu: “Pigilah sana latihan tinju, timbang tidak ada kerja kau. Lihat Tulangmu (Paruhum Siregar, pemenang medali emas kelas menengah PON V/1961 Bandung), dahulu adalah petinju hebat. Kau tidak ingin kayak Tulangmu.”
Itu awal pertama dalam hidupku, yang akhirnya sampai juga juara Asia dan dua kali ikut olimpiade. Tak terbayangkan sebelumnya. Seperti dalam mimpi tapi kenyataan.
2. Siapa saja pelatih yang pernah membimbing sebagai petinju, barangkali masih ingat.
Di Medan, di Sasana Garuda punya Tulang (Paruhum Siregar) aku diarahkan supaya bisa menjadi petinju yang bagus. Tulang itu adalah papanya mantan raja kelas berat kita, Liston Siregar. Tulang itu pula yang melatih Bang Syamsul (Anwar Harahap). Tulang hebat kalau memotivasi petinju. Tulang bilang gini: “Tangan kau panjang, ingat itu. Straight kau harus kuat. Kau harus punya pukulan lurus panjang yang keras. Kalau itu kau miliki, kelak kau pasti berhasil.”
Motivasi dari Tulang membuat aku di setiap pertandingan banyak melepaslan jab-straight. Beda dengan Bang Syamsul (Anwar Harahap). Tangannya pendek, makanya Tulang mengarahkan Bang Syamsul supaya banyak menyerang. Jadilah bulldozer.
Tulang yang di Jakarta (mantan raja kelas menengah Indonesia Rudy Siregar, adik Paruhum Siregar), juga sering mengarahkan aku. Kalau aku masuk Pelatnas Jakarta, pasti singgah sebentar ke rumah Tulang. Bicaralah kami, soal tinju. Tulang bilang begini dan begitu, dan aku pikir betul apa yang Tulang bilang. Tulang jago memotivasi.
Di Pelatnas, aku diajari coach Zulkaryono Arifin. Pak Zul itu pelatih hebat dan rendah hati. Tangan dingin. Orangnya bisa dijadikan guru, orangtua, dan kawan. Tidak banyak pelatih kita seperti Coach Zulkaryono Arifin. Jasa dan kebaikan beliau tak ada duanya. Tak akan kulupa itu.
3. Siapa lawan pertama, bertanding di mana, dan siapa pemenangnya.
Aku ingat Kejurda Sumatera Utara tahun 1986 di Medan. Final kelas welter ringan (63,5 kilogram) mengalahkan Eston Pardede. Aku pulang membawa medali emas. Senang sekali rasanya.
4. Ketika kalah dan ketika menang, bagaimana rasanya?
Kalau kalah malulah. Aib rasaku. Terutama malu sama keluarga. Malu sama warga.
Tapi kalau menang, waduh gembiranya luar biasa. Dapat sanjungan terus di rumah. Sudah kayak anak raja. Almarhumah mami masak rendang tambah es buah. Itulah yang kumakan. Sampai sekarang kuingat itu.
5. Siapa petinju Indonesia yang pernah menjadi lawan terberat?
Maaf bukan sombong, tidak ada. Aku tidak punya lawan yang berat. Kalau sparring, ya ada lawan berat. Ada Pino Bahari dan Alberth Papilaya.
Itu lawan kuat. Pino kelihatan lamban tapi sulit dipukul. Alberth pernah straight aku dan jatuh. Itu waktu seleksi di Wiradarma Ragunan.
Entah mengapa Helmut Kruger (pelatih kepala asal Jerman) dan Pak Zul bawa aku ke Jerman.
Di Jerman seleksi lagi sama Alberth. Kita main lagi di kelas menengah ringan. Aku menang dan sejak itu Alberth naik ke kelas menengah. Pino terpaksa naik ke kelas berat ringan. Agak kacau waktu itu, karena Pino dan Alberth harus naik kelas.
6. Ketika menjadi juara, bonus apa saja yang pernah di terima?
Dari Pemda ada tapi tidak banyak. Maklumlah uang olahraga, masa dahulukan kecil. Dari Bupati (Labuhanbatu) adalah. Tidak besar tapi juga tidak kosong-kosong amatlah. Pertina Sumut ngasih dua juta. Waktu aku juara Asia, dari Gubernur Raja Inal lima juta.
Aku syukuri itu.
Beda dengan era sekarang. Anakku (Savon Simangunsong) sudah bisa beli mobil dari uang tinju. Mobilnya aku yang pake.
Aku pernah juga dapat kalung emas dari Sekjen PB Pertina, Harmidi Harun. Waktu Kejuaraan Asia di Bangkok 1992, kalau dapat emas mau dikasih hadiah. Aku rebut medali emas Asia kelas menengah ringan. Dikasih kalung di Barcelona, pas olimpiade.
Kalung itu sudah kena lego. Sudah kujual, ha, ha, ha (Hendrik tertawa berkali-kali).
7. Bagaimana bisa menjadi wakil Indonesia di olimpiade?
Ikut olimpiade melalui seleksi. Bangga bukan main. Dari sekian juta anak muda, aku naik ke atas ring kelas menengah ringan.
Ada beban, tetapi dengan bangga bisa membela bangsa, itu luar biasa. Siapa pun yang pernah ikut olimpide tak akan terlupakan. Itu puncak dunia olahraga.
8. Ketika tiba di olimpiade, bagaimana perasaan Anda?
Rasanya macam kayak mimpi. Mimpi besar. Apalagi Olimpiade Barcelona. Bisa ke sana itu hebat. Soalnya aku tidak diunggulkan. Waktu itu ada Firman Pangeran dan Pino Bahari yang mau dibawa. Akhirnya aku yang berangkat.
9. Ketika gagal meraih medali di olimpiade, bagaimana rasanya?
Kesal. Berangkat ke olimpiade itu capek. Latihan tersiksa. Pahit rasanya waktu kalah.
Padahal, aku ingin membuat sejarah. Hendrik Simangunsong ingin menjadi petinju Indonesia pertama yang bisa merebut medali olimpiade, minimal perunggu.
Itu yang ada di pikiran. Akhirnya aku sadar bahwa lawan punya pengalaman ratusan kali pertandingan internasional dan aku baru 14 kali.
Sama-sama manusia, tapi pengalaman di atas ring jauh lebih berguna.
10. Setelah tiba di Indonesia dari olimpiade, apa yang ada dalam pikiran?
Kalau bisa kerja, itu yang ada dalam pikiran ini. Karena sebelumnya aku lihat atlet tinju kita biar sudah sampai juara dunia, kenyataannya tidak punya pekerjaan.
Pulang dari olimpiade aku sudah rumah tangga. Sudah ada Savon. Sudah ada tanggungan. Aku pikir aku harus kerja. Tidak boleh pengangguran, supaya ada uang masuk untuk menghidupi keluarga.
Waktu itu aku hanya SMA. Aku lanjut kuliah sampai selesai S1. Aku dapat teknik.
11. Untuk bisa menjadi petinju olimpiade, apa saja yang harus dilakukan?
Syaratnya harus mau menjalani latihan yang keras, selain niat petinju itu harus besar. Jangan tanggung-tanggung.
Kita banyak petinju, banyak pengurus, tapi tidak banyak pertandingan. Banyak latihan tapi tidak ada pertandingan. Omong kosong itu.
Kita kejurnas setahun sekali. Di Kuba, kejurnas bisa tujuh kali setahun. Aku tiga kali ke Kuba dan melihatnya memang begitu. Banyak pertandingan besar. Banyak petinju. Bagus-bagus.
Kita tidak usah iri. Kuba mau kerja dan berhasil.
12. Mungkinkah petinju Indonesia bisa meraih medali di olimpiade mendatang?
Kalau bilang mungkin tidak semudah itu. Kita punya ribuan petinju. Bakat besar. Tapi rasanya berat.
Tengok India, kok bisa. Petinju India dahulu kita pukuli. Sekarang petinju India sudah merebut medali olimpiade. Juara Asianya banyak.
Itu lantaran pengurusnya 70% mau kerja. Kalau kita, 30% pengurus mau kerja tapi 70% yang mau cari makan di tinju.
13. Ketika memilih untuk pensiun dari tinju, apa yang dipikirkan?
Aku ingin membina atlet tinju ke tempat yang lebih tinggi. Aku ingin bagaimana mereka bisa melebihi pertasiku. Aku membina bukan saja anak sendiri, dari luar juga aku latih. Aku berharap mereka bisa juara, meski ini tidak mudah.
14. Setelah pensiun dari tinju, apa saja yang dilakukan?
Kerja dan mengurus tinju. Itu yang aku lakukan, sampai sekarang. Tinju tidak bisa lepas karena aku dibesarkan oleh tinju. Dari tinju ke tinju. Di situ-situ saja.
15. Pertanyaan terakhir. Mengapa tidak memilih tinju pro.
Dari dahulu sudah aku katakan, aku tidak akan masuk tinju pro.
Maaf, jangan salah paham, bukan aku anti atau benci tinju pro. Tidak. Aku memang tidak mau. Itu saja.
Di masa aku, banyak promotor menawarkan supaya masuk tinju pro. Ada yang langsung mengajak masuk tinju pro. Ada yang mengajak lewat utusan promotor. Aku tolak.
Sekarang mereka telepon lagi. Anakku (Savon Simangunsong) ditawari supaya masuk pro. Mereka bilang, Savon cocok dan bisa mengorbit. Tinju pro, mereka bilang ke aku, jalan yang tepat bagi Savon.
Ampun, janganlah. Biarkan Savon di amatir. *
Ikuti terus Wawancara Olympian Indonesia berikutnya, La Paene Masara, yang akan tayang di Rondeaktual.com, Minggu, 30 Januari 2022.