Rondeaktual.com, Jakarta, oleh Finon Manullang – Saya tidak tahu apa yang akan saya tanyakan kepada Anto Baret, tokoh tinju dan pendiri KPJ Bulungan Boxing Camp Jakarta. Camp itu sudah berdiri sejak 21 tahun silam dan bisa jadi satu-satu yang bertahan sampai sekarang.
Ketika bertemu, inilah kalimat pertama yang saya sampaikan, tanpa edit: “Kita sudah lama tidak bertemu. Tetapi, Anda masih seperti dulu. Terlihat gagah, sehat, dan semangat. Aku ikut senang.”
Anto Baret, pendiri Kelompk Penyanyi Jalanan dan seorang musisi dan budayawan, mengamini. Ia tersenyum dan segera memegang tangan saya agar duduk di sebelahnya. Kursi di sebelah kiri Anto Baret pas kosong.
Kemarin (Sabtu, 7/9/2019) sore di arena pertandingan tinju antarmember di halaman parkir Gelanggang Remaja Jakarta Selatan, Jalan Bulungan, Kramat Pela, Kebayoran Baru, saya dan Anto Baret duduk di belakang meja dewan juri. Sekitar 45 menit bicara tentang tinju.
Berikut petikan wawancara Anto Baret, yang dijawab dengan gaya aku.
“Mas Anto di sini hanya sebagai penggagas pertandingan atau memang ikut mengurus semua persiapan.”
“Aku datang dan melihat apa yang masih kurang. Tidak terima langsung jadi seperti sekarang. Apalagi ini yang pertama. Aku tidak mau asal bikin. Tempatnya terbuka. Kelihatan dari jalan, makanya harus bagus. Ring ini pasangnya mendadak. Nanti kita harus punya rigging sendiri. Punya lampu dan soundsystem. Kalau ring sudah lama punya sendiri.”
“Ini bukan uang sedikit.”
“Memang. Lihat sendiri, kosong. Tidak ada sponsor. Masih pake uang sendiri. Mau apalagi. Harus berani. Nanti ke depan kalau sudah jalan dua-tiga kali baru kita cari sponsor.”
“Mengapa pilih tinju antarmember, bukan tinju pro. Sementara Bulungan Boxing Camp sangat identik dengan tinju pro.”
“Ini semua untuk kemajuan tinju dan ajang bersilaturahmi. Aku melihat anak-anak Bulungan yang sudah berhenti tinju terjun sebagai pelatih member. Di mana-mana ada. Inikan harus ditampung, makanya kita bikin pertandingan.”
“Kalau tinju pro, aku mau tanya, mana petinjunya. Mana sasananya. Ayo, siapa yang bisa jawab. Semua gulung tikar. Sudah habis. Tinggal Bulungan yang bertahan. Sudah 21 tahun. Aku tidak mau camp itu mati. Bulungan harus hidup.”
“Sangat sedih dengan keadaan tinju pro seperti sekarang. Tidak ada petinju tapi badan tinjunya banyak. Apa-apaan ini. Apa yang mereka kerjakan. Seharusnya badan tinju itu melihat. Petinju potensial didorong supaya bisa bertanding di tingkat internasional. Banyakin pertandingan dengan cara bantu cari sponsor.”
“Sekarang kita punya lima badan tinju. Bahkan hampir enam, karena seorang senior tinju yang merasa kecewa bertujuan untuk mendirikan badan tinju baru”
“Aku tahu. Aku ikutin terus (tersenyum agak lama). Tetapi, apakah semuanya berfungsi, kan tidak. Ada yang bagus ada yang tidak bagus. Kita kasih pendapat malah didiamkan.”
“Bagaimana masa depan pertandingan antarmember.”
“Pasti lahir calon petinju tangguh. Yakin. Pertandingan antarmember maju terus, makanya disediakan piala bergilir. Tidak putus di sini. Nanti bisa pertandingan tinju antarpelajar. Siapa tahu pelajar kita banyak yang berbakat jadi petinju. Setahun mau bikin tiga kali atau paling tidak dua kali.”
“Tadi saat memberi sambutan di atas ring sempat berteriak menyuarakan olahraga.”
“Sengaja, supaya semangat. Ini murni olahraga, bukan politik. Tinju harus maju. Politik buat apa? Urus tinju saja, supaya para mantan petinju yang sudah jadi pelatih punya kegiatan.”
“Sekarang di mana-mana bukan saja dari mantan petinju Bulungan, mereka jadi pelatih member. Bahkan banyak petinju yang masih aktif sudah jadi pelatih member. Inikan harus kita sediakan tempat untuk berkreasi. Para murid mereka bisa bertanding, seperti sekarang.”
“Ini akan membuat Mas Anto Baret semakin sibuk di tinju.”
“Tidak juga. Nanti (13-17 September) aku di Malaysia. Aku diundang supporter bola dan TKI. Mereka ingin mendengarkan langsung suara pencipta lagu Kabar Damai. Aku yang ciptakan.”
“Setelah itu (19 September) aku tampil di Komunitas Angkatan 45 Jakarta. Terus (28 September) di Surabaya dalam rangka komunitas pemusik jalanan. Bulan depan (5 Oktober) di Malang, tampil bareng Cak Nun (Emha Ainun Nadjib). Aku nyanyi dan orasi kebangsaan.”
“Lagu Kabar Damai untuk sepakbola atau politk.”
“Bukan. Itu lagu umum. (Anto Baret kemudian menyanyikan potongan lagu Kabar Damai dengan nada lirih. Damai… damai… saudaraku, jabat erat penuh kasih sayang, untuk apa terus bertengkar, pertemuan ini adalah kabar, damai… damai… saudaraku.)”
Dari beberapa pertanyataan yang saya ajukan, hanya satu yang tidak dijawab oleh Anto Barat, yaitu tanggal kelahirannya. Sambil terus tertawa, Anto Baret sengaja merahasiakannya.
Saya mencoba memancing dengan menyebut tahun kelahirannya 1957. Anto Baret tetap bertahan tidak dan terus tertawa membuat kacamatanya agak turun.
Dulu, atau ketika saya masih menangani Tabloid Ronde pada tahun 2001, Anto Baret pernah menyebut kelahiran Malang, 11 Juli 1957. Ia bukan seorang petinju, tetapi pernah belajar silat.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya, Jawa Barat, [email protected]