Rondeaktual.com – Urgyen Rinchen Sim adalah seorang mantan pegulat, yang akhirnya memilih karir olahraga sebagai promotor tinju.
Urgyen Rinchen Sim akrab disapa sebagai Simon. Lelaki ini datang dari Mahkota Boxing Promotion Jakarta, yang dulu dibangun oleh Raja Sapta Oktohari.
Simon terakhir maju sebagai promotor di Kota Batu, Jawa Timur, 17 November 2019, menggelar kejuaraan IBA world junior welterweight dan IBA world featherweight untuk Daud Yordan dan untuk Ongen Saknosiwi.
“Sebelum masuk Kota Batu, saya bersama sahabat saya (Raja Sapta Oktohari dan Gustiantira Alandy) sudah bikin pertandingan di beberapa tempat,” katanya. Berikut petikan wawancara promotor Urgyen Rinchen Sim.
Anda seorang petinju?
Bukan. Bukan petinju (ha ha ha, tertawa panjang). Saya dulu pemain gulat. Waktu kuliah di AS, saya ikut kompetisi gulat antarkampus. Saya dapat medali. Ketika saya cidera, dokter melarang dan saya berhenti. Kalau saya tidak berhenti saya bisa lumpuh.
Ketika saya mulai aktif di tinju, saya minta Daud Yordan kirim pelatih. Saya ingin merasakan pukulan tinju. Daud merekomendasikan Dastesa Moniaga (peraih medali emas kelas terbang PON). Lebih satu tahun saya dilatih almarhum. Private.
Hampir 10 tahun ini saya pelajari tinju dalam dan luar negeri. Saya pertama belajar tentang tinju dari sahabat saya, Bapak Raja Sapta Oktohari. Saya diminta untuk menangani pembangunan karakter Daud Yordan. Akhirnya saya mendalami tinju.
Di luar saya bertemu dengan sejumlah nama besar. Terima kasih saya bisa menjalin komunikasi yang baik dengan Matchroom Boxing, seperti promotor Eddie Hearn dan Frank Smith. Saya belajar, termasuk dengan WBC dan WBO.
Anda menangani Daud dan dia kalah melawan Chris John dalam kejuaraan dunia WBA Super featherweight.
Tidak apa-apa. Kalah-menang itu biasa. Apalagi Daud kalah angka melawan seorang Chris John, yang sudah mendapat gelar Super dari WBA. Itu bukan masalah. Saya terus menyemangati Daud. Kekalahan itu sebagai awal kebangkitan.
Setelah Daud kalah melawan Chris John, dia bisa bangkit dan berhasil merebut gelar dunia IBO di Singapura. Itu prestasi.
Setelah Daud kalah melawan (Anthony) Crolla di Menchester untuk eliminator WBA lightweight, Daud masih bisa bertahan kemudian berhasil merebut gelar dunia IBA junior welterweight di Kota Batu.
Kita akan coba tingkatkan gelar dunia Daud. Kita sudah mengikuti pertemuan ranking dunia WBO di Jepang. Dari pertemuan itu menempatkan Daud masuk peringkat 12 WBO. Kita usahakan naik lagi menjadi top ten dan mungkin tiga besar.
Bagi Daud, saat ini, yang paling dekat adalah WBO dan WBC. Tapi ini tinju. Kita tidak bisa duga apa yang terjadi. Bisa saja, misalkan tiba-tiba ada tawaran dari Josh Taylor (juara dunia IBF dan juara WBA Super kelas welter yunior asal Skotlandia).
Di WBC (kelas welter yunior) ada (Jose Carlos) Ramirez (Amerika Serikat). Dia juga juara WBO. Kalau Daud mendapat kesempatan menantang Ramirez, itu bisa sekaligus kejuaraan WBC. Saya sedang pendekatan dengan Top Rank, yang menangani pertandingan Ramirez.
Bila suatu saat peluang itu datang, Daud yang ke sana atau Ramirez yang ke sini.
Kalau bisa Ramirez datang ke Indonesia. Ini akan membuka jalan lebih besar bagi Daud untuk merebut gelar juara dunia WBC dan WBO. Tetapi, apakah mereka mau datang. Ini menyangkut uang besar. Tinju pro tak bisa jalan tanpa sponsor. Di sana sponsor bir, rokok, bahkan judi online. Kita di sini ikut aturan saja. Kalau dilarang kita tunduk.
Itu tentang Daud Yordan. Bagaimana dengan Ongen Saknosiwi?
Saya anggap Daud dan Ongen dan yang lain, bukan sebagai petinju tetapi sebagai adik. Semua petinju kami anggap bagian dari Keluarga Besar Mahkota Promotion. Saya punya kedekatan moral.
Dengan Ongen Saknosiwi, saya pikir dia masih muda, 25 tahun. Harapannya masih panjang. Gelar dunia IBA featherweight yang disandang Ongen bisa lebih tinggi lagi. Dia bisa ke WBA. Di sana ada Can Xu dari Cina (menyandang gelar WBA reguler kelas bulu).
Can Xu punya hubungan bisnis dengan Golden Boy Promotions. Saya berkawan dengan Roberto Diaz, VP & Head of Matchmaker Golden Boy Promotions. Itu bukan tidak mungkin, setidaknya kita sudah menjalin komunikasi. Di dunia tinju pro komunikasi itu sangat penting.
Ongen bukan baru bagi Mahkota Promotion. Dia sudah saya pelajari. Waktu dia main di Citos (CilandakTown Square, Jakarta, 10 Maret 2018 melawan Ramadhan) saya sudah melihatnya sebagai harapan besar.
Saya atur pendekatan dengan Dirgantara TNI AU (tempat Ongen latihan). Saya pelajari perjalanan karir amatirnya. Dia bagus.
Ketika Ongen Saknosiwi bertanding di Singapura (7 September 2019 melawan Nanthawat Maolichat dari Thailand) dan di Kota Batu (17 November 2019 melawan Marco Demecillo dari Filipina) Ongen bisa mengatasinya. Dia memenangkan pertandingan.
Petinju Anda, mengapa hanya Daud Yordan dan Ongen Saknosiwi saja?
Sabar. Daud Yordan di usianya yang sudah matang (32 tahun) punya peluang untuk naik lagi. Ongen Saknosiwi yang relatif muda (25 tahun) akan terus kita pantau. Kita orbitkan.
Sebentar lagi kemungkinan yang akan bergabung dengan kita adalah Hebi Marapu. Saya sudah bertemu. Sudah bicara dengan Hebi Marapu, juga dengan pembinanya, dua orang suami-istri yang sangat luar biasa mendukung karir Hebi Marapu.
Hebi Marapu bukan baru. Dia sudah pernah tampil di Mahkota Super Series di Citos (10 Maret 2018, menang KO ronde 9 atas petinju Thailand, Phutthiphong Rakoon. Hebi merebut gelar vacant World Boxing Council Asian Boxing Council Silver).
Mahkota Boxing Promotion juga akan memberikan kesempatan tanding kepada Ilham Leoisa. Dia sudah main waktu kita buat di Batu, sebagai partai tambahan.
Semua petinju Mahkota akan kita promosikan bertanding di luar negeri. Kami juga punya petinju di Singapura dan Swiss. Semua kita promosikan. Kemungkinan bulan Mei petinju kita akan mengikuti liga tinju di Thailand.
Sebetulnya kami sedang mencari bibit baru. Kalau ada yang bagus boleh perkenalkan kepada kami. Nanti saya lihat dan saya pelajari. Kalau bagus pasti kita ajak bergabung masuk Mahkota Promotion.
Kalau main di luar nanti tumbang.
Siapa bilang. Itu bukan petinju saya. Beberapa kali Daud main di luar bisa menang. Kita jangan melihatnya karena dibayar pakai dolar, tetapi kondisi petinju harus kita perhatikan. Mungkin tidak kita untuk menang. Bukan takut kalah tapi ini perlu. Kita jangan mau bertanding untuk korban.
Ini yang terakhir. Silakan kalau mau dijawab atau dialihkan terserah; berapa bayaran Daud Yordan atau bayaran Onget Saknosiwi?
Ha ha ha …..! Kalau soal bayaran, mohon maaf pertanyaan ini tidak akan saya jawab. Kami dan tim sudah sepakat bahwa soal honor tanding tidak untuk dibicarakan keluar. Itu rahasia dapur kami.
Tetapi, silakan boleh tanya Daud Yordan atau Ongen Saknosiwi, bagaimana kami menghargai petinju.
Finon Manullang, menulis dari Desa Tridaya Tamsel Jawa Barat, [email protected]